Bagiku Bogor udah kayak rumah kedua. Kalau udah bosen ngubek-ubek Tangerang, pasti larinya ke Bogor. Selain pernah menimba ilmu selama 4 tahun di sana, aku juga menemukan cinta pertama sekaligus insyaAlloh yang terakhir *uhuk* yaitu suamiku di Bogor. Jadi kenangan akan Bogor memang tidak akan pernah tergantikan.
(Pertemuan pertama kami bisa dibaca di sini)
(Pertemuan pertama kami bisa dibaca di sini)
Beberapa waktu lalu, ketika Tamas ingin mengambil kamera ke tempat kakaknya, secara tak sengaja kami memutuskan untuk bablas ke Bogor. Benar-benar jalan ya hayuk aja, karena kakak ipar ternyata sedang tidak ada di tempat. Ceritanya lagi di Lembang menghadiri penutupan gathering tempat bekerja sang suami.
Karena sudah kepalang basah masuk tol Cikarang, kami merasa sayang juga kalau mesti balik rumah. Ya sudah, terpaksa piknik jadinya *padahal pas ngomong ini nadanya sumringah banget.
Karena sudah kepalang basah masuk tol Cikarang, kami merasa sayang juga kalau mesti balik rumah. Ya sudah, terpaksa piknik jadinya *padahal pas ngomong ini nadanya sumringah banget.
Sekitar ba’da dzuhur, kami pun meluncur ke Kota Hujan via Jonggol. Dan ternyata kami tidak menemukan keberadaan bapaknya Wakwaw. Karena baru pertama kalinya lewat sini, sudah dipastikan bahwa kami nyasar. Bukan suamiku kalau mau ke suatu tempat ga diawali dengan nyasar. Hahahha... Secara dia kan cuma percaya sama GPS. Sudah tahu kalau si operator kadang ngaco kasih jalan, ealah masih gengsi juga nanya sama warga setempat yang lebih tahu ancer-ancernya.
Tapi ada lucunya juga sih, meski apes ga nemu jalan pintas, kami justru menemukan dagangan semangka yang bikin silau mata. Murah sekali Men !!! Hanya Rp 3.500 saja sekilonya. Di Tangerang nih, semangka kuntet-kuntet aja minimal Rp 7.000 sekilo, la ini??? Cuma 3 ribu, BAYANGKAN ??? !!! *Maaf lebay.
Yang lonjong jauh lebih manis |
Segarrrr |
Semangka-semangka tersebut rupanya didatangkan dari Indramayu nun jauh di sana. Kabarnya sih, memang lagi panen raya. Jadi over supply. Jenis yang dijual itu 2 macam, yakni semangka Jupe (yang bulat) dan semangka Inul (lonjong). Dua-duanya merah.
Kebetulan memang kami berdua pecinta semangka, jadi semua dibeli. Yang Jupe, setelah ditimbang beratnya 10 kilo(ini tadi yang 3500/kilo), sedangkan yang Inul beratnya 6 kiloan (5000/kilo). Dan yang lebih sadisnya lagi, sudah murah dikasih potongan harga lagi yaitu kami cukup membayar Rp 30 ribu plus Rp 30 ribu saja HAHAAH...
Kebetulan memang kami berdua pecinta semangka, jadi semua dibeli. Yang Jupe, setelah ditimbang beratnya 10 kilo(ini tadi yang 3500/kilo), sedangkan yang Inul beratnya 6 kiloan (5000/kilo). Dan yang lebih sadisnya lagi, sudah murah dikasih potongan harga lagi yaitu kami cukup membayar Rp 30 ribu plus Rp 30 ribu saja HAHAAH...
Emejing banget kan?
Pas tuk siang yang panasss |
“Manis kok Teh,” dengan logat Sunda yang cukup kentel si abang-abangnya mengiriskan 2 potong semangka Inul ke arah kami. Coba tebak??? Apa yang terjadi setelah ini.
Manis banget, anjirrr....
Kraus kraus kraus, oke deh angkut semua.
Daaan, yang paling membuat kami berkaca-kaca *halah*, itu pedagang memang udah kebangetan jujurnya. Umumnya kan kalau beli buah, yang ditulis di papan pengumuman (harga termurah) adalah buah yang cacat baik bentuk maupun ukuran. Nah, ini enggak. Udah gitu digasih servis plus plus lagi. Selain dikasi tester yang langsung iris di tempat, 2 gelundung yang kami beli juga turut diangkutin sampai ke mobil.
Huwaaa jadi kepikiran buat bisnis sejenis nih *harusnya nyatet nomer henponnye biar kapan-kapan bisa nyupply andaikata kami pingin niru jualan*...ahai...lawong manis hasilnya (kayak yang beli <---- kemudian minta digaplok ).
Huwaaa jadi kepikiran buat bisnis sejenis nih *harusnya nyatet nomer henponnye biar kapan-kapan bisa nyupply andaikata kami pingin niru jualan*...ahai...lawong manis hasilnya (kayak yang beli <---- kemudian minta digaplok ).
Bersambung
0 Response to "Balada Semangka Merah"
Posting Komentar