Siang-siang beginih, perasaan tenggorokan haus banget yekan?
Nah, begitu pula dengan Beby Mbul dan suami setelah piknik dari Candi Borobudur kemaren. Harusnya postingan ini emang buat cerita tanggal 10 Juni, tapi baru sempet dipublish sekarang. Lumayan lah, buat ngisi-ngisi laman entry yang kosong dengan sesuatu yang sudah kupersiapkan fotonya.
Racun banget kannn, Mbul siang-siang posting dawet ireng hahahh |
aku lebih suka dimakannya pake tape ketan |
Siang itu, sebelum bener-bener belok ke arah jalan setapak abis Jembatan Timbang, Mbutuh, iseng Tamas ngajakin aku buat minum yang seger-seger. Apalagi kalau bukan dawet ireng yang kalo Lebaran mendadak rame. Dawet Ireng ini emang asli dari tempat suamiku sih, mengingat sepanjang jalanan Mbutuh (sebelum Stasiun Kutoarjo), banyak terdapat deretan pedagang dawet yang ngetem di bilik-bilik bambu kecil lengkap dengan gentong-gentong dari tanah liatnya sebagai media untuk meletakkan piranti dawet. Gentong-gentong besar tersebut biasanya diisi dengan air santen, dawet, serta kincanya (yang kalo di tempatku biasa disebut juruh).
Dawet ireng memang berbeda dengan dawet-dawet lainnya yang cenderung warna-warni. Dawet ini lebih dikenal karena warnanya yang memang ireng atau Bahasa Jawanya dari hitam. Warna hitam ini dihasilkan dari air abu merang (jerami yang telah dibakar). Konon, selain berfungsi sebagai pewarna si air abu merang ini juga bisa membentuk tingkat kekenyalan yang pas pada dawet yang berbahan dasar tepung beras. Jadi kalau kata Simbahku, "Dawet ireng sing enak yo sing rasane kretes-kretes.."
Aku dan Tamas sebenernya udah tahu ada kede dawet yang kesohor seantero
Aku dan Pak Suami menikmati dawet ireng khas Mbutuh, Kutoarjo |
Sukanya beli di kedai dawet ireng Asli Mbutuh Mbah Gondo |
Dawetnya kenyal dan pekat |
cari angle yang bagus buat difoto |
Menurut Tamas adonannya pas. Kentel. Karena yang lebih dibanyakin adalah dawetnya. Bukan air santennya. Apalagi ketika juruhnya yang pekat dan beraroma pandan itu disiramkan, uhhh cita rasa manisnya pun masih kentara--tidak buyar akibat guyuran santen yang terlalu banyak. Dawet biasa disajikan dengan es batu (biar makin seger), juga tape ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Aku sendiri lebih suka kalau tapenya dicemplungin langsung ke dalam mangkuk, sehingga ketika disendok akan berbaur dengan si dawet.
Satu mangkuk kecil buat suamiku biasanya kurang. Kalau perlu pesan 1 atau 2 mangkuk lagi setelah habis pada mangkuk pertama karena rasanya emang bener-bener seger dan mengobati dahaga. Lagipula harganya memang murah karena 1 mangkok hanya dibanderol Rp 3 ribu saja, yang kalau di Jakarta ukuran minimalnya paling tidak gocengan.
Berbeda denganku yang menyukai cara mengudap dawet dengan tape, sebaliknya suamiku menyukai yang polosan aja. Dawet ireng ori (original red) istilahnya. Padahal, kalau pake tape kan berasa ada asem manisnya, hihi. Bahkan, kalau perlu aku suka nampung lebih dari 1 tum tape untuk ditenggelamkan ke dalam kubangan santen (gileee bahasanyaa hahah).
Oh iya, kami juga biasanya ga lupa sama orang rumah setelah memutuskan untuk makan di tempat. Sebagai oleh-oleh, kami beli 2-3 bungkus lagi yang bisa direquest apakah santennya sekalian dicampur atau dipisah. Kalau rumahnya jauh, ya Mbah Gondo menyarankan dipisah saja. Namun, karena Tamas bilang rumahnya deket--cuma masuk aja ke jalan setapak depan kede, ya santennya cukup dicampur langsung hahahha.
Dawet ireng disajikan dalam mangkuk kecil |
Wanna try with tape? |
Segernya juara |
Gimana, temen-temen, hari ini Mbul resek ga uda pamer-pamer minum dawet, agagaggagakkk...*kabur naek ojek*
halo mas triono sapura, atau siapapun yang publish, saya mau tanya kok seluruh artikel dan foto di blog saya (www.gembulnita.blogspot.co.id) kamu copy tanpa seijin saya ya? Mohon untuk pertanggungjawabannya dan dihapus, silakan membuat artikel sendiri ya, jangan mencuri artikel orang lain. Salam
BalasHapuswisatakuliner001.blogspot.com telah mencuri seluruh artikel di blog saya http://gembulnita.blogspot.co.id/dengan menduplikasi secara autocopy, mohon kepada saudara Triyono saputra yang mempublish artikel di blog ini yang dicopy paste/dicuri mentah-mentah dari blog saya (gembulnita.blogspot.co.id) agar segera menghapus semua artikel yang telah saudara contek.
BalasHapusMohon diketahui, berinternet juga ada etikanya, jangan menghalalkan segala cara dengan memanfaatkan tulisan orang lain untuk menjaring adsense, ingat,pendapatan anda jadi tidak berkah.
Saya membangun blog saya dari awal, dari nol, sampai banyak pengunjungpun saya masih tetap tidak mengincar iklan adsense, kok anda enak banget tinggal nyomot, terus ngarah adsense ya?? dimana letak etikanya???????? !!!! Silakan direnungkan baik-baik ya.
suka banget deh sama es dawet
BalasHapusfree thinker indonesia